Monthly Archives: Oktober 2013

Akhirnya Tulisan Bu Agnes Berhasil Menembus Media


Catatan Eko Prasetyo

Opini Bu Agnes LaseDi Sirikit School of Writing (SSW) ada kelas yang pesertanya sangat kompak, yakni kelas perempuan menulis. Kekompakan ini bahkan terbawa hingga ke luar kelas. Buku pertama di kelas ini pun sudah terbit. Judulnya Singgasana Putih (Bina Ilmu, 2013).

Pengajar utama kelas perempuan menulis adalah Sirikit Syah, pengamat media dan kolumnis. Dalam sebuah kesempatan, saat itu dia meminta saya untuk menggantikannya mengajar di kelas perempuan menulis. Dia berhalangan karena harus rapat di Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP). Saya lupa angkatan keberapa yang saya ajar ketika itu. Read the rest of this entry

Lawang Tour


Catatan Eko Prasetyo

Ingin memiliki betis yang indah? Saya tidak menganjurkan Anda untuk menggowes sepeda ke Kebun Teh Wonosari, Lawang, Kabupaten Malang. Bukan malah terlihat seksi, malah bisa-bisa betisnya bengkak. Lha laopo sih kok anjlok tekan betis? Hahaha!

Maaf, saya sebenarnya ingin mengupas mahakarya Tuhan yang luar biasa di Kota Lawang tersebut. Kebetulan seorang senior saya di IKIP Surabaya sedang tur ke Guilin, Tiongkok. Saya pikir, daripada menguras celengan ayam kesayangan saya untuk ongkos ke Tiongkok, lebih baik tamasya ke objek wisata yang dekat-dekat saja. Read the rest of this entry

Belajar dari Kasus Penganiayaan Pembantu di Purworejo


Catatan Eko Prasetyo

Pedih rasanya ketika melihat berita tentang kondisi Rusnawati. Perempuan 45 tahun asal Sampit, Kaltim, itu akhirnya dinyatakan mengalami kebutaan permanen. Sudah bertahun-tahun ia bekerja sebagai pembantu di rumah Sut, 50, PNS di Kantor Kecamatan Purworejo.

Saat ditemukan dan diselamatkan warga setempat, kondisi Rusnawati mengenaskan. Matanya lebam. Warga pun melapor kepada polisi. Berdasar hasil visum medis, mata korban lebam karena pukulan benda tumpul. Di pahanya juga ditemukan luka memar lantaran pukulan benda tumpul pula. Read the rest of this entry

Free Writing Pendobrak Plagiasi


(Tulisan ini dimuat di surat kabar Duta Masyarakat edisi 30 Oktober 2013)

Oleh Eko Prasetyo

Penggiat literasi di Ikatan Guru Indonesia (must_prast@yahoo.co.id)

Sumber: Duta Masyarakat, 30 Oktober 2013

Sumber: Duta Masyarakat, 30 Oktober 2013

Menulis itu mampu menembus batas ruang dan waktu. Betapa tidak, dalam sebuah karya fiksi misalnya, seseorang mampu melukiskan suatu tempat tanpa perlu kakinya berpijak pada tempat tersebut. Tidaklah mengherankan apabila sastrawan Budi Darma pernah mengatakan bahwa dengan menulis, jiwa kita bisa seolah-olah berada di mana-mana. Bebas.

Mampu berpikir secara runtut dan terstruktur hanya merupakan salah satu manfaat kegiatan menulis. Faedah lainnya yang tak kalah penting masih banyak. Di antaranya, berdasar suatu studi di Amerika Serikat, menulis ternyata bermanfaat bagi kesehatan. Tatkala seseorang merasa tidak memiliki tempat untuk mencurahkan isi hati yang berpotensi melahirkan depresi, kegiatan menulis dapat menjadi teman yang tepat untuk berbagi cerita.

Pertanyaannya, dengan segudang dampak positif yang dihasilkannya, lantas mengapa masih banyak orang yang tidak atau belum mau menulis? Kita semua mafhum bahwa budaya menulis di negeri ini belum bisa dikatakan baik. Terbukti masih ada saja kasus plagiasi yang bahkan telah melanda dunia akademisi, dunia yang seharusnya mengedepankan kejujuran berkarya.  Read the rest of this entry