LAZIO, DUNIA MENULIS, DAN JUARA    


LAZIO_GettyImages-1190101566

Sumber foto: FOX Sports Indonesia

Tak dapat disangkal, Juventus merupakan tim terbaik di Liga Italia. Mereka begitu superior selama beberapa musim terakhir. Berturut-turut menjadi juara di pentas Serie A adalah bukti sahihnya.

Dihuni pemain-pemain top dan dukungan finansial yang kuat, Juventus seolah makin tak terbendung. Yang teranyar, pemain terbaik dunia Cristiano Ronaldo memilih merapat ke tim yang berjudul La Vecchia Signora (si Nyonya Tua) ini.

Saya sendiri sudah lama mendukung Lazio, klub asal ibu kota Italia, Roma. Tepatnya sejak 1994. Sudah 25 tahun. Saat itu Lazio termasuk ”big seven” di Liga Italia. Bomber Lazio, Giuseppe Signori, bahkan menjadi salah satu striker terbaik di Liga Italia Serie A waktu itu.

Tapi, toh Lazio paling banter hanya menduduki tiga besar atau lima besar saat itu. Saya tak berharap banyak, tapi selalu setia mendukung tim ini. Pasalnya, Lazio kalah bersaing dengan AC Milan dan Juventus. Namun, sejak 1997, prestasi Lazio merangsek naik setelah membeli banyak pemain bintang dan mendatangkan pelatih legendaris Sven-Goran Eriksson. Juan Sebastian Veron, Pavel Nedved, Sinisa Mihajlovic, Mathias Almeyda, Diego Simeone, Marcelo Salas, dan Sergio Conceicao merupakan deretan pemain top di dream team Lazio ketika itu. Mereka pula yang membawa Lazio meraih scudetto (juara) Liga Italia pada musim 1999/2000.

Kini, ketika Juventus sedang kuat-kuatnya plus pengetatan finansial oleh Presiden Lazio Claudio Lottito, saya tak banyak berharap pada Lazio. Setelah Lazio dilanda kebangkrutan dan dibeli oleh Claudio Lottito pada era 2000-an, saya pun tak banyak berharap.

Tapi, kecintaan dan kesetiaan saya pada klub dengan warna kostum kebesaran biru langit ini tidak luntur sedikit pun. Saya tetap mendukung Lazio tatkala prestasi tim ini mengalami pasang surut sekalipun. Saya berpikir, kalau mau selalu menjadi juara, lebih baik menjadi suporter Barcelona atau Real Madrid saja.

Ini soal kesetiaan. Selama 25 tahun ini, saya merasakan betapa tidak enaknya menjadi pendukung Lazio. Selalu dianggap tim medioker. Lazio memang tidak bergelimang dana seperti Inter Milan, Juventus, AS Roma, dan Napoli saat ini. Namun, saya masih punya keyakinan terhadap Lazio.

Saya mungkin termasuk sangat senior di The Big Family of Lazio Indonesia. Maka, saya ingin memberikan contoh sebagai suporter sepak bola yang sportif. Tetap mendukung jika tim kesayangannya kalah dan tidak berlebihan ketika timnya menang.

Dan penantian itu pun tiba. Musim ini Lazio secara mengejutkan tampil garang musim ini. Di Liga Italia, mereka tak terkalahkan. Hebatnya, Lazio meraih delapan kemenangan beruntun yang membuatnya merangsek ke peringkat ketiga klasemen di paro musim pertama ini.

Belum cukup di situ. Juventus yang merupakan tim raksasa dilumat dua kali. Awal Desember lalu mereka dipaksa menyerah 1-3 di Stadion Olimpico, Roma. Nah, pada 22 Desember 2019, Lazio berhasil meraih juara Supercoppa Italiana 2019 yang sengaja dihelat di Kota Riyadh, Arab Saudi. Cristiano Ronaldo cs kembali dibungkam dengan skor meyakinkan: 1-3. Lazio resmi menjadi juara setelah menyingkirkan ”juara”. Ini baru juara!

Saya kira, di dunia menulis pun kita akan merasakan roller coaster seperti saya rasakan sebagai pendukung Lazio. Naik turun dan pasang surut. Kadang tulisan kita dibaca banyak orang, kadang minim pembaca, dan tak jarang tidak ada yang membaca sama sekali.

Tapi, menulis itu tidak melulu soal like and comment. Menulis itu sebuah pekerjaan intelektual yang tak bisa diukur dengan materi ataupun poin angka kredit belaka. Menulis itu soal berbagi. Dengan berbagi itulah, kita merasakan kebahagiaan. Jadi, menulis adalah upaya menemukan kebahagiaan.

Forza Lazio!

 

 

Castralokananta, 25 Desember 2019

About Eko Prasetyo

Mari Beramal lewat Ilmu

Posted on Desember 26, 2019, in Olahraga, Uncategorized. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar