Pena Alumni: Membangun Unesa Melalui Budaya Literasi

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world…”

~ Nelson Mandela

***

PenaKita pantas meresapi kalimat terkenal yang pernah diungkapkan Nelson Mandela tersebut. Apabila pendidikan, menurut dia, bisa mengubah dunia, apalagi jika Indonesia yang lingkupnya lebih kecil. Sangat bisa. Tentunya semua menginginkan perubahan yang lebih baik.

Pertanyaannya, diubah seperti apa negara ini? Dan senjata (pendidikan) apa yang bisa mengubah sebuah negara? Pertanyaan pertama dijawab dalam UU No 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sisdiknas. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dijelaskan pula bahwa tujuannya adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Saat ini pendidikan di Indonesia baru menciptakan peserta didik yang pandai, bukan cerdas. Kebanyakan baru berada pada tahap menghafal, bukan berpikir. Untuk itu, perlu ketegasan dan keberanian dalam menata ulang sistem manajemen pendidikan yang salah satunya berujud kurikulum. Maka di sinilah jawaban untuk pertanyaan kedua. Kurikulum sebagai pengejawantahan orientasi pendidikan negara harus mampu mencetak generasi andal yang cerdas, kreatif, dan mandiri sebagaimana diamanatkan dalam pasal 3 UU Nomor 20/2003.

Salah satu upaya yang realistis adalah menumbuhkan budaya literasi. Namun, tentu saja hal ini bukan tanpa hambatan. Apalagi, minat membaca dan menulis di kalangan pelajar, mahasiswa, dan kalangan akademisi belum bisa dikatakan tinggi. Terbukti masih saja terjadi kasus plagiasi, pemalsuan karya tulis ilmiah, dan budaya potong kompas (copy paste) oleh oknum dari kaum intelektual.

Hal ini bisa terjadi karena kesadaran berliterasi belum ditanamkan sejak dini. Masih banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan ketika disuruh menyusun karya tulis ilmiah. Pembiasaan belum dilakukan secara menyeluruh.

Disadari atau tidak, keterampilan literasi amat dibutuhkan di hampir semua bidang saat ini. Para tenaga professional, peneliti, ilmuwan, hingga guru dituntut untuk memiliki kemampuan dasar literasi seperti menulis. Apabila modal menulis, yakni membaca, tidak ditanamkan sejak dini, maka sulit diharapkan seseorang ketika dewasa bisa memiliki keterampilan literasi yang mumpuni.

Mengingat pentingnya budaya keberaksaraan (literasi) ini, alumni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dari lintas profesi, bidang, dan keilmuan berkeinginan memberikan sumbangsih berupa gagasan dan pemikiran untuk membangun Unesa lebih maju, lebih berprestasi, dan lebih bermanfaat bagi dunia pendidikan di Indonesia ke depan. Sebab, tidak bisa dimungkiri, kemajuan roda kehidupan kampus juga memerlukan peran serta alumni.

Gagasan-gagasan dan pemikiran tersebut akhirnya terangkum dalam buku Pena Alumni, Membangun Unesa Melalui Budaya Literasi guna Menuju Indonesia Emas. Para penulis buku ini adalah alumni dari berbagai angkatan dan fakultas serta lintas profesi. Sebagian besar merupakan anggota mailing list (milis) Keluarga Unesa, salah satu forum alumni untuk berdiskusi dan berkomunikasi dalam berbagai tema. Kendatipun datang dari lintas profesi seperti dosen, jurnalis, guru, pelatih olahraga, hingga pengusaha, keguyupan dan tali silaturahmi tetap terjaga dengan baik.

Tidak jarang ide-ide segar lahir dalam diskusi milis, termasuk penulisan buku ini, yang juga akan dipersembahkan sebagai kado Dies Natalis Ke-49 Unesa. Namun, muaranya tetap harapan agar Unesa lebih maju dan mampu melahirkan generasi-generasi andal untuk menyongsong Indonesia Emas pada 2045 mendatang. Dan harapan itu mengerucut pada pemikiran serta upaya tentang pentingnya membangun budaya literasi yang dikemas dalam buku ini.

Tinggalkan komentar