Bravo! Erlangga Apresiasi Sang Juara

Catatan Eko Prasetyo

editor Jawa Pos

Saya sering melontarkan ide begitu saja. Nah, siang itu di wall grup Klub Guru Menulis IGI di Facebook, saya mengunggah status ajakan menulis cerpen pendidikan. Responsnya bagus. Banyak guru dan mahasiswa calon guru yang tertarik.

 Ide itu juga langsung disambut oleh Faradina Izdhihary, pengarang yang baru saja meluncurkan novel Safir Cinta pada awal Agustus 2012. Penulis yang juga guru di SMAN 1 Batu tersebut malah menggandeng ide antologi cerpen itu dengan mengajak para pendidik untuk menulis memoar sang guru. Tak perlu waktu lama, setelah dimatangkan kembali, kami berdua memprovokasi para guru untuk ikut menulis.

Bukan tanpa hambatan, pengumuman hasil seleksi dua ajakan menulis itu sempat diundur. Dari awal Juli menjadi awal Agustus. Pasalnya, pada bulan Juli banyak guru disibukkan dengan kegiatan PLPG. Kontan banyak yang meminta agar penerimaan naskah diperpanjang untuk memberi mereka kesempatan menulis.

 Saya dan Faradina kemudian berbagi tugas. Saya menjadi koordinator antologi cerpen pendidikan, sedangkan perempuan kelahiran 1971 itu menangani memoar sang guru. Tulisan pun mulai memenuhi inbox e-mail saya. Baik naskah untuk memoar sang guru maupun cerpen pendidikan.

Untuk antologi cerpen pendidikan, saya secara khusus berterima kasih kepada Prof Dr Luthfiyah Nurlaela, guru besar Unesa. Beliau adalah koordinator program Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Tertinggal, dan Terluar (SM-3T) Unesa.

Dengan koordinasi SM-3T Unesa, info menulis cerpen pendidikan ini bisa sampai di pelosok Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Perlu diketahui bahwa kita layak memberikan acungan jempol kepada para guru yang mengajar di sana. Pasalnya, medan untuk mencapai sekolah sangat menantang. Juga dinamika para siswa di daerah pelosok tersebut.

Banyak cerita mengharukan dari kisah-kisah yang ditulis beberapa tenaga pengajar di Sumba Timur. Cerpen-cerpen dari Sumba Timur tersebut rata-rata didasarkan pada pengalaman atau kisah nyata sang penulis. Misalnya, Menyemai Mimpi di Tawui karya Abdul Hamid dan cerita tentang siswa yang bolos sekolah karena disuruh mamanya. Saat ditanya sang guru, ia tak mau membantah perintah sang mama karena takut durhaka. Penggalan kisah kecil ini diceritakan dengan apik oleh Exma Wahyuni yang juga bertugas mengajar di Sumba Timur.

Beragam cerita serta beragam kisah menarik dan mengharukan terpampang dalam antologi cerpen ini. Pesannya jelas: potret pendidikan Indonesia melalui karya sastra.

Antologi ini bukan antologi biasa. Pasalnya, meski ditulis dan disajikan oleh para guru, calon guru, dan aktivis pendidikan, antologi ini juga didukung oleh pengajar yang berlatar belakang sebagai aktivis menulis. Di antaranya, Faradina dan Naqiyyah Syam. Khusus Naqqiyah, ternyata ia adalah guru yang betul-betul aktif menulis. Banyak karyanya yang sudah dipublikasikan, baik di media massa maupun dibukukan.

Di keorganisasian, Naqqiyah pernah menjadi ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Bengkulu (2003–2005) dan ketua FLP Lampung Timur (2009–2011). Saat ini ia duduk sebagai ketua FLP wilayah Lampung. Di sela kesibukannya menulis, ibu dua anak tersebut mengajar di SDIT Permata Bunda 3 Bandar Lampung. Selain mereka, nama lain yang lolos seleksi adalah Elis Tating Badriah. Guru di sebuah SMA swasta di Bandung ini juga termasuk penggiat sastra di Majelis Sastra Bandung. Karya-karyanya pun pernah mewarnai kejuaraan menulis tingkat nasional.

Di luar itu, ada pula cerpen-cerpen dengan pesan sederhana yang juga dikemas sederhana. Misalnya, Mulai dari Diri Sendiri karya Sri Rahayu dari MTs Al Washliyah Pangkalan Brandan, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, Sumut. Cerpennya menuangkan pesan moral agar tindakan kebaikan itu dimulai dari diri sendiri, bukan sekadar memberikan nasihat.

Karya sastra ini tentu saja menawarkan aroma berbeda dibandingkan karya sastra lainnya. Sebab, para pengarangnya kebanyakan adalah tenaga pengajar. Kendati demikian, nuansa sastra tetap kental di antologi cerpen ini. Semuanya bermuara pada tujuan kemajuan. Seperti yang dirangkum dalam cerpen Sang Juara. Alhasil, judul itu dipilih untuk mewakili antologi cerpen pendidikan ini sebagai cermin garis semangat yang ditunjukkan oleh kader-kader pendidikan bangsa.

Sementara masih proses editing, apreasiasi ditunjukkan oleh penerbit Erlangga. Ya, pihak Erlangga berniat untuk menerbitkan buku antologi cerpen Sang Juara ini.

Kabar gembira tersebut disampaikan oleh Brand Manager Esensi Wisnu Chandra. Esensi adalah salah satu anak perusahaan Erlangga. Saya tidak asing dengan Esensi karena salah satu buku saya bersama Sekjen IGI Moh. Ihsan pernah diterbitkan oleh penerbit tersebut. Yakni, Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat.

”Kami di Erlangga mempunyai armada sales force yang sangat banyak dan menjangkau sekolah-sekolah di Indonesia sampai yang paling pelosok sekalipun. Sehingga diharapkan penyebaran buku ini nantinya juga akan merata ke seluruh Indonesia,” kata Mas Wisnu.

Bagaimana Erlangga bisa tahu naskah ini? Hal tersebut tak lepas dari Pak Dharma Hutauruk, petinggi Erlangga yang juga ketua kompartemen buku IKAPI pusat. Beliau adalah salah satu anggota milis Ikatan Guru Indonesia (IGI). Saat saya mengumumkan hasil seleksi antologi cerpen Sang Juara, e-mail itu ternyata di-forward ke anak buahnya. Dan datanglah kabar gembira tersebut lewat Mas Wisnu.

Selaku koordinator, saya dan Faradina tentu membuka tangan atas sambutan penerbit Erlangga ini. Ini suatu prestasi. Dan jika naskah tersebut benar-benar bisa diterbitkan Erlangga, kami berharap buku ini bisa mengawali tonggak kebangkitan sastra di sekolah. Menarik simpati masyarakat pendidikan akan pentingnya sastra, baik dalam pembelajaran maupun alternatif alat komunikasi moral.

Terima kasih kepada penerbit Erlangga atas apresiasi ini. Terima kasih pula kepada Ketua Umum IGI Satria Dharma yang telah memberikan sambutan atas ajakan menulis ini. Yang terkhusus, terima kasih kepada rekan-rekan guru yang telah berpartisipasi dalam ajakan menulis antologi cerpen Sang Juara ini. Anda layak jadi juara!

Graha Pena, 14 Agustus 2012

 

 

 

Tinggalkan komentar