Sederhana, namun Sarat Makna

Karena puisi-puisi ini sudah sering atau selalu diluncurkan di milis Keluarga Unesa, saya merasa tak asing lagi dengan nuansa hati dan gaya bahasa Eko Prasetyo. Ketika membacanya satu per satu –setiap muncul di milis– terasa puisi itu sangat istimewa. Namun, ketika puisi-puisi ini terkumpul menjadi satu kumpulan, kesan yang didapat adalah: ini sekadar celotehan seorang redaktur bahasa di sela kebosanannya mengedit naskah-naskah yang buruk di malam-malam yang panjang. Nyaris sulit menemukan benang merah makna dari seluruh puisi ini karena begitu beragamnya tema.

Eko Prasetyo seperti menulis catatan harian akan suasana hatinya atau situasi di sekitarnya dalam beberapa puisi pendek. Memang, kemampuan membuat tulisan pendek (misalnya puisi) yang bisa menggambarkan the whole story tak dimiliki semua orang. Eko memiliki keahlian yang tidak biasa itu. Dia secara cepat dan tepat menggambarkan kerinduannya pada Allah dan Makkah atau kejengkelannya ketika harga BBM naik, atau mendengar ocehan tetangga.

Namun, yang akan meninggalkan kesan mendalam dari kumpulan ini adalah cinta Eko Prasetyo yang besar kepada istrinya. Seolah setiap tarikan napasnya dipenuhi cinta pada sang istri. Apa pun situasinya (kangen, berselisih kata, bermesraan), Eko mengungkapkannya dalam larik puisi dengan diksi yang sederhana namun terasa dalam dan sarat makna.

Sirikit Syah,

penulis, pemerhati media

 

 

 

Tinggalkan komentar