Pesugihan


Saat jalan-jalan ke daerah Malang Selatan, saya menyempatkan mampir di beberapa destinasi terkenal. Di antaranya, Kanjuruhan, Kepanjen, dan kawasan Gunung Kawi. Di daerah Kawi, yang terkenal adalah ketela yang besarnya bisa mencapai betis wanita dewasa.

Telo ungu juga banyak terdapat di sana. Saat memasuki kawasan Lawang dari arah Purwodadi, Pasuruan, kita bakal disambut pusat jajanan telo ungu yang memiliki dua toko besar di kanan dan kiri jalan. Harganya cukup terjangkau.

Bentuk olahan telo ungu bisa berupa bakpao, keripik, sampai jus segar. Area istirahat yang cukup luas membuat tempat tersebut jadi jujukan banyak warga dari luar kota. Jika mampir ke rumah ebes di Pujon, saya selalu menyempatkan beli buah tangan di resto telo ungu itu.

Kembali ke Kawi, tempat ini luar biasa indah. Alam Malang memang menjanjikan ketenangan batin jika sedang ingin jauh dari hiruk-pikuk kemacetan kota besar seperti Surabaya. Ada yang menarik di Kawi ini.

Salah satunya, keramaian pengunjung dari golongan menengah ke atas. Sudah jadi rahasia umum, kawasan Kawi merupakan jujukan favorit bagi mereka yang tidak hanya ingin berwisata, tapi juga mencari pesugihan. Beberapa warga setempat yang sempat saya wawancarai membenarkan hal itu.

Farsun, 63, penduduk setempat, mengaku pada malam-malam tertentu ada saja orang yang minta diantar untuk menuju tempat perjanjian. Yakni, lokasi untuk mengikat janji dengan mbahureksa guna mencari peruntungan seperti pelarisan dan pesugihan.

Caranya bermacam-macam. Misalnya, menyerahkan jajan pasar, kembang tujuh rupa, ayam cemani, dan lain-lain. Risiko tumbalnya juga banyak. Mulai yang kelas ringan, kelas bantam, bulu, hingga kelas berat seperti mengorbankan anggota keluarga.

Para peminat pesugihan ini ternyata bukan main banyaknya. Mereka bisa dikenali dari adanya pemandu atau juru kuncen yang mengantarkan mereka untuk ngalap. Lokasi yang dituju pun memiliki medan yang lumayan menguras tenaga. Jauh dan tinggi, juga terpencil.

Ngomong soal pesugihan ini, saya teringat cerita rekan saya tentang bakul bakso yang larisnya bukan main di kawasan elite Surabaya. Seorang anak kecil yang indigo alias bisa ndelok barang alus melihat mangkuk-mangkuk bakso itu dijilati makhluk menyeramkan dan melompat-lompat di tiap mangkuk.

Alhasil, bakso itu laris bukan main. Si anak mengaku nggak mau makan saat diajak ebesnya karena merasa jijik.

Entah benar atau tidak, yang jelas di dunia yang kian modern ini pasti ada hal begituan. Yakni, dunia irasional dan sulit dinalar dengan akal sehat. Di tengah budaya jor-joran dan hedonis seperti sekarang, orang bisa rela melakukan apa saja untuk meraih keinginannya. Termasuk pesugihan. Astaghfirullah….

Sidoarjo, 15 Juni 2013

About Eko Prasetyo

Mari Beramal lewat Ilmu

Posted on Juni 17, 2013, in Catatan Harian. Bookmark the permalink. 1 Komentar.

  1. mengapa pemerintah tidak menutup tempat ritual2pesugihan ya?

Tinggalkan komentar