Klub Baca Buku IGI (2)


Membaca Itu Harus Dipaksa!

Catatan Eko Prasetyo

editor Jawa Pos

Kamis lalu (24/5) saya janjian bertemu dengan Ketua Umum IGI Satria Dharma di kampus Pascasarjana Unesa pukul 11.30. Mengapa di tempat tersebut? Itu atas permintaan M. Shoim Anwar, cerpenis yang kini tengah melanjutkan kuliah S-3 di kampus yang terletak di Jalan Ketintang, Surabaya, tersebut.

Kami bertiga lantas memilih tempat di kantin. Pertemuan kami cukup singkat, tak sampai satu jam. Intinya, kami membahas kegiatan membaca dan menulis. Itu saja. Obrolan berlangsung santai, tetapi tetap serius. Kebetulan siang itu Satria mengaku baru mendarat di Bandara Juanda dan langsung menuju kampus Pascasarjana Unesa. Ia sempat membuka laptop dan mempresentasikan beberapa hal terkait aktivitas literasi.

Shoim antusias mendengarkan. Sastrawan yang kini lebih banyak terjun di dunia pendidikan itu mendukung perlunya gerakan literasi, terutama di kalangan siswa.

Di antara perbincangan tersebut, yang menarik adalah penuturan Satria. Saat berada dalam penerbangan dari Jakarta menuju Surabaya hari itu, ia membaca tuntas buku Ibu Guru, Saya Ingin Membaca yang baru saja terbit. Buku tentang cerita para peserta SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar) Unesa tersebut setebal lebih dari 170 halaman.

Ini menarik karena terkait dengan speed reading. Satria sendiri mengatakan bahwa speed reading itu bisa dilatih. Tentu saja dengan rutin dan rutin membaca. Kebiasaan tersebut akan berpengaruh pula pada kecepatan membaca seseorang.

Hal ini tentu saja perlu diterapkan di lingkungan pendidikan. Mulai guru hingga siswa. Saya jadi ingat paparan budayawan Taufiq Ismail dalam seminar nasional kebudayaan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada Oktober 2011. Di depan civitas academica UNY, Taufiq membeberkan hasil analisisnya. Hasilnya? Menakjubkan!

Indonesia berada di urutan buncit untuk urusan buku yang dibaca para siswanya, yakni nol buku. Para pelajar di tetangga kita, Singapura, tercatat membaca 5 judul buku. Yang tertinggi dicatat oleh pelajar Amerika Serikat. Mereka membaca lebih dari 50 judul buku.

Mungkin, saking prihatin atau gemes, Taufiq Ismail sampai-sampai mengatakan bahwa generasi muda kita agaknya mesti dipaksa membaca. Mengingat rendahnya minat baca di kalangan para pelajar di tanah air saat ini, pernyataan tersebut mungkin bisa jadi salah satu solusi dalam meningkatkan budaya baca.

Diskusi kami bertiga siang itu berakhir dengan kesepakatan dukungan soal perlunya gerakan literasi di kalangan pelajar. Persis seperti yang pernah dilontarkan sastrawan Taufiq Ismail. Ini pula yang akan saya gerakkan dalam Klub Baca Buku untuk kalangan guru yang bakal bergulir mulai 1 Juni nanti dan diskusinya dilaksanakan tiap sebulan sekali. Ini baru langkah kecil. Namun, untuk menjadi besar, kan kita mesti memulai dari yang kecil dahulu, bukan?

Graha Pena, 25 Mei 2012

About Eko Prasetyo

Mari Beramal lewat Ilmu

Posted on Mei 25, 2012, in Edukasi. Bookmark the permalink. 2 Komentar.

  1. Menarik. Di Balikpapan sudah ada belum, ya?

Tinggalkan Balasan ke Ika D. S. Batalkan balasan